Aku

Foto saya
Aku bukan sedang menangis, tak juga marah bahkan tertawa, Aku sedang tersenyum di sela jamuanku.

Kamis, 26 April 2012

Sang Penggoda

Dan...

Segera ku kemas perapian yang menyala sepanjang senja hingga tengah malam terayun pilu. Yah, dia kembali membisu, kembali mengadu pada malam yang lain. Mungkin memang. Dia tak butuh perapian itu, tak butuh kehangatanku tentu.

Sebelumnya aku sempat bertanya pada perasaannya, dia menjamu dengan tawa, tak terbesit sedikitpun empedu menggoda, dia bahagia.
"Kau usah menyelami kehidupanku lagi, sekalipun aku tak ragukan pagi"
Dia bisikkan kalimat itu padaku sesaat langkahnya mantap kembali mengulang pagi, setiap hari, bulan dan tahun hingga kini.

Sementara aku, masih mempunyai beban ibadah pada sang Pencipta, Dia seakan bertanya, hingga detik apa putaran mengayuh poros? Aku bingung, menggunjing pilu pada setiap coretan hati. Entah apa yang menjadi tabu dalam langkahku. Aku seperti terjerambam pada logika yang mengelilingi keegoisan.
"Aku masih diragukan malam."
Selongsong peluru menjelma bergulir pedih menanamkan padaku tentang bait-bait kebrobrokan kaumnya. Kita memang berbeda. Kami berbeda. Tapi aku juga tak berpikir kalau apa yang menjadi basic-ku adalah benar. Sama saja, sama bobroknya. Kadang itu yang menanarkan segala kelogikaanku.

Siang itu, ku sempatkan memasak masakan kesukaannya, dia suka makan kalau sudah malam.
Dia pencinta malam.
Ku ulek 5 ruas bawang merah, 1 ruas bawah putih, lengkuas dan jahe seibu jari ditambahkan sedikit kunyit pertanda meriahnya siang ini.
Wangi sekali masakanku waktu itu. Ya tentu saja, kan aku memulainya dengan "bismillah" tentu Tuhan kamu sekalian meridhai.

"Kasian sekali nasibmu, sementara kami begitu tulus memilihkan jamuan yang lebih enak, komplit. Gantilah menumu. Tak baik menolak rejeki. Kau butuh yang lebih dahsyat!" Rayunya pada ulekkan terakhirku.
Done! Adonan masakanku sudah jadi. Tinggal ditumis, dicampur dengan sebongkah daging potongan si Nyonya malam.
"Aku rasa aku tak butuh. Karena Aku yakin hidanganku lebih menggoda dari apa yang kau tawarkan."
Jelas aku harus menyombongkan diri. Aku sadar, Aku berhadapan dengan si penjelajah kehidupan. Tak baik aku terlalu banyak menggerutu. Toh 'alumni' kehidupan akan menuntun hidupku.

Bagai mempersingkat waktu, aku menengadahkan semua pada sang Sutradara Kehidupan. Dia yang mengatur sekenario, mungkin berirama indah, mungkin akan sedikit melagu bak kaset rusak.
DIA PEMILIK AKU!.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar