Aku

Foto saya
Aku bukan sedang menangis, tak juga marah bahkan tertawa, Aku sedang tersenyum di sela jamuanku.

Kamis, 26 April 2012

Abstract!!

Saturday nite so dramatic..
so full happineesss..

14042012.. sudah 3 hari bersama mereka. Ohh senangnya.
Kedua orangtuaku akhirnya datang k Bandung Kota Lautan Api ini, semangat sekali menyambut mereka, dari hal terkecil sampai hal yang terbesar aku persembahkan untuk mereka, sehingga aku melupakan hal terpenting.
Tujuan orangtuaku kesini bukan untuk berfoya, berbelanja ala bourjuis, tidak juga jalan-jalan ala backpaker. But they here to compliting the "day" of my brother. Lamaran untuk permaisurinya, yang ia kenal 2 tahun setengah ini.
Kata mama, ini lebih dari sekedar bahagia, ini tentang kasih sayang, Ibu dan Anak.
Berhubung semua sibuk, aku si adik lah yang bertugas mencarikan tiket buat si Orangtua yang sangat ku sayangi. Aku yang mempersiapkan segala keperluan mereka selama disini.

Aku pilihkan bantal yang paling empuk, baju tidur yang paling lembut, sikat gigi, sabun mandi, handuk, hingga cemilan mereka selama disini. Aku kan ga pelit. :D
Ouuh so exiting I am!!

Duududududuuuuuu..
Karena kesibukanku kerja (Yes I am working) :). Maka hari inilah Mama Papa bisa ku ajak jalan-jalan. Kita ga jalan-jalan ke Mall sih. Jalan-jalan ke rumah sodara yang akan di bawa untuk lamaran nanti.

Dalam adatku. Adat Minangkabau. 'Menua'kan orang itu sangat lah penting. Entah apa yang menjadi dasarnya. Tapi itu seperti panutan bagi anak rantau (junior alias Aku) untuk tetap manut dan patuh pada penua rantau (senior rantau). Jadi intinya, walau di negri orang kami (Orang Minang) ga boleh meninggalkan adat istiadat sebagaimana yang sudah diwariskan para petinggi adat. Rasis? No!! ini bukan rasis. Ini hanya semacam penghormatan pada yang sudah lama hidup di rantau. Pastinya mereka lebih banyak pengalaman. Apalagi kalo pada sukses. Kudu hormat pisaaaannn deh kitaa.. hehee #lebay.

Dan sampailah aku di rumah si Penua rantau itu, pantas saja, rumahnya besar, orang kaya gila!! :p.
Ya pastinya dia yang diharapkan para pemuda rantau yang baru-baru. Fiuuhh makin gede aja tuh hidung si Uda Kaya :D
Syialnya, aku disitu di sindir melulu, "Jodohnya mau ama Sutan Parahyangan yaaahh?, Kalo gitu sering-sering datang k rumah Uda, biar disambut pula kekasihnya disini." DA*N! Maluu bercampur sedih.

Sejatinya itu adalah lelucoan, tapi lelucoan seperti itu di minang adalah suatu sendiran yang langsung menuju hati (broken). Mereka tau bagaimana pemuda Sunda itu *bukan maksud negative. Auurrrgggghhhh.. susah dijelaskan deh, begitu banyak PERBEDAAN! banyak ISTILAH! banyak PERUMPAMAAN!! Dan aku kadang tak mengerti.
Yang aku mengerti adalah, orang-orang Minang yang sukses di Negri orang, itu harus disanjung selalu! #Ehh
Tapi dari sekian banyak pedumelan itu, yang jelas Mama n Papa ada di Bandung.. Yeaayyy!! :D :D :)))

"Justsaying
\m/ #peace

NB : Nih Aku selipin moment kita boored dengerin orang-orang 'kaya' :D

baru kali ini nih, Papa senyum kalo di poto :D
Hihihii





Sang Penggoda

Dan...

Segera ku kemas perapian yang menyala sepanjang senja hingga tengah malam terayun pilu. Yah, dia kembali membisu, kembali mengadu pada malam yang lain. Mungkin memang. Dia tak butuh perapian itu, tak butuh kehangatanku tentu.

Sebelumnya aku sempat bertanya pada perasaannya, dia menjamu dengan tawa, tak terbesit sedikitpun empedu menggoda, dia bahagia.
"Kau usah menyelami kehidupanku lagi, sekalipun aku tak ragukan pagi"
Dia bisikkan kalimat itu padaku sesaat langkahnya mantap kembali mengulang pagi, setiap hari, bulan dan tahun hingga kini.

Sementara aku, masih mempunyai beban ibadah pada sang Pencipta, Dia seakan bertanya, hingga detik apa putaran mengayuh poros? Aku bingung, menggunjing pilu pada setiap coretan hati. Entah apa yang menjadi tabu dalam langkahku. Aku seperti terjerambam pada logika yang mengelilingi keegoisan.
"Aku masih diragukan malam."
Selongsong peluru menjelma bergulir pedih menanamkan padaku tentang bait-bait kebrobrokan kaumnya. Kita memang berbeda. Kami berbeda. Tapi aku juga tak berpikir kalau apa yang menjadi basic-ku adalah benar. Sama saja, sama bobroknya. Kadang itu yang menanarkan segala kelogikaanku.

Siang itu, ku sempatkan memasak masakan kesukaannya, dia suka makan kalau sudah malam.
Dia pencinta malam.
Ku ulek 5 ruas bawang merah, 1 ruas bawah putih, lengkuas dan jahe seibu jari ditambahkan sedikit kunyit pertanda meriahnya siang ini.
Wangi sekali masakanku waktu itu. Ya tentu saja, kan aku memulainya dengan "bismillah" tentu Tuhan kamu sekalian meridhai.

"Kasian sekali nasibmu, sementara kami begitu tulus memilihkan jamuan yang lebih enak, komplit. Gantilah menumu. Tak baik menolak rejeki. Kau butuh yang lebih dahsyat!" Rayunya pada ulekkan terakhirku.
Done! Adonan masakanku sudah jadi. Tinggal ditumis, dicampur dengan sebongkah daging potongan si Nyonya malam.
"Aku rasa aku tak butuh. Karena Aku yakin hidanganku lebih menggoda dari apa yang kau tawarkan."
Jelas aku harus menyombongkan diri. Aku sadar, Aku berhadapan dengan si penjelajah kehidupan. Tak baik aku terlalu banyak menggerutu. Toh 'alumni' kehidupan akan menuntun hidupku.

Bagai mempersingkat waktu, aku menengadahkan semua pada sang Sutradara Kehidupan. Dia yang mengatur sekenario, mungkin berirama indah, mungkin akan sedikit melagu bak kaset rusak.
DIA PEMILIK AKU!.

Rabu, 11 April 2012

Aku tersangka malam itu!

Perputaran jam hari ini terasa begitu cepat, bayangan memanjaku, dia bilang, "itu nyata lho! kau tak perlu resah, tak perlu mengadu pada rasa, jalani saja.
Aku memerlukan waktu yang lebih kompleks dari apa yang sudah terealisasikan sebelumnya, akutelah mengubah prosesnya, Tuhan yang merubahnya tepatnya.
Aku masih tersentak ragu, apa ini nyata? seolah-olah memoriku siap merekam hebat dengan Gyga yang luar biasa, dan shoot yang begitu fokus. Aku tersangkanya!
Keberanianku menatap mata itu, bukan berarti aku yakin, tapi begitu banyak isi yang mengeras beku yang membuat nanar seluruhnya. "Kau tak usah ragu, bisik hati membidik agar aku tetap fokus".
Aku memejamkan mata sesekali, berharap ini hanya sebuah mimpi, mata yang tadinya 5 watt, betapa tidak hingga membulalak berpadu antara ketakutan dan kebahagian. "Ini nyata! Kau tak bermimpi, kembali jasadku diingatkan".
Pembicaraan ini sungguh membuatku berbisik ngilu. Aku salah. Aku sungguh berada dalam malam yang begitu panjang. Hingga saat itu tiba.