Aku

Foto saya
Aku bukan sedang menangis, tak juga marah bahkan tertawa, Aku sedang tersenyum di sela jamuanku.

Rabu, 09 Maret 2011

Perspektif Sekolah Menegah VS Perguruan Tinggi yang Membudaya

Aaarrrrgghhh...!
Emosi membludak, tak terkontrol, hingga amarahpun memuncak.
Sedikit terasa lebhay, tapi yaa itu kenyataannya.

"...BODOH = Tamatan SMA !!??
Aku Kesal!!
Memang sedikit berbeda cara berkomunikasi dan menanggapi masalah, tapi toh jika orang tak cepat tanggap dan memahami sama aja bohong alias STUPID!!
Masa iya., pendidikan masalah utama??
Resah, gelisah, kesal, capek dan lelah aku memahaminya..."

Semberaut.. wajahnya mendengarkan ocehanku, mungkin dalam hatinya juga jengah mendengarnya.. "Iiihh..masih saja kemarahan bergerombol masuk untuk memadati hati dan otaknya!" Tapi biarkan saja, toh nanti adem sendiri.


Kebenaran yang Hakiki adalah takdir.
Setiap insan yang di beri akal, pikiran hingga perasaan yang berjuta-juta kesempatan memang mempunyai cara tersendiri untuk menikmati apa yang menjadi takdirnya.
Ada yang mensyukurinya, ada juga malah cuek, karena dia berada dalam kondisi yang enak (mampu dalam segala hal).
Sebenarnya karunia itu bisa saja dalam bentuk apapun, uang (materi), kesehatan, kebabahagian, dan kasih sayang. Bagaimana seseorang itu menyikapi hal tersebut hingga membuatnya menjadi hal yang pasti (takdir).
Banyak sekali kerumitan yang komplek terhadap karunia itu, dan tak jarang terjadi pada 1 manusia (pribadi) hingga keluarga (suatu kelompok).
Tak ada yang tau, bagaimana seseorang itu memandang terhadap apa yang telah ia peroleh, dan belum ia peroleh.
Jika dihadapkan pada masalah MATERI, ini merupakan hal utama yang sangat sensitif dan mudah bergejolak.
Ada si Kaya, ada juga si Miskin. Kedua-duanya bisa saja berkerjasama, bisa juga menjadi polemik yang berkepanjangan satu sama lain. Human is a part of Sosial in life.
Dalam kemajuannya, dunia tidak pernah bisa lepas dari yang namanya Teknologi yang dibarengi dengan Pendidikan. Itu kini menjadi hal pertimbangan mutlak dalam Perkawinan bahkan Pandangan manusia (HIDUP).
Tak asing rasanya kita mendengar, jika dalam dua hubungan manusia yang saling berkasih sayang dan dalam perkenalannya dengan orangtua masing-masing, hal utama yang ditanyakan adalah Pendidikan. "Kuliah dimana?".
Itu sudah menjadi tolak ukur yang membudaya, semenjak rezim Suharto lengser (mungkin.. hehee).
Dan bagaimana hubungannya dengan Sosial dalam Hubungan Manusia?
Bahwa manusia itu tidak hidup sendiri.

Apakah ya, orang yang hanya tamatan SMA, harus bergaul dengan tamatan SMA juga,
Begitu juga yang tamatan D3, harus bergaul dengan tamatan D3 pula,
Tamatan S1 dengan S1, tamatan S2 dengan S2.. dan seterusnya..
Lalu apakabar dunia? Jika mereka harus dibudayakan menjadi bagian kecil yang berkelompok, berkasta, dan sangat mengkerdilkan pemikiran.
Lalu hal yang paling hakiki tadi, apakabar dengan TAKDIR?
Sejatinya manusia adalah makhluk yang terbatasi oleh betukkan perasaan. Dan memosisikan setiap perasaan itu, tugas yang berat rasanya. Kenapa tidak? Toh dalam memorinya sudah terpasang begitu. Bahwa derajat Pendidikan penting!
Dunia memang penuh kejutan, keras bahkan menyedihkan.
Bijaksana memandang apa yang seharusnya menjadi Kebaikan, dan bagaimana BUDAYA itu dapat diseragamkan menjadi SATU PERASAAN. Hingga dapat menghormati TAKDIR. Karena bersumber dariNya.




"..Kasihan benar nasibku, orang yang diposisikan pada derajat kasta yang terendah, 'Sekolah Menengah'..yang hanya mempunyai rasa berjiwa besar menerima Takdirnya. Karena ku tahu DIA Maha Bijaksana, atas segala yang MEREKA budayakan terhadap takdirku, termasuk KAMU..", ujar dia yang terdengar sayup-sayup sampai, dan membuat redam emosiku...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar